Jumat, 16 Maret 2012

Pembelajaran Literasi

PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL LITERASI

International Literacy Institute (2002) mendefinisikan bahwa literasi merupakan sebuah keahlian dalam jangkauan yang relatif, untuk membaca, menulis, berkomunikasi dan berfikir secara kritis. Literasi dapat pula diartikan melek aksara. Dengan demikian literasi mempunyai arti yang sangat luas, melek teknologi, melek politik, melek social dan budaya, berpikiran kritis dan jauh kedepan serta peka terhadap lingkungan sekitar.
Sebagian besar guru-guru di Indonesia masih menekankan aspek kemampuan kognitif dalam proses pembelajaran sehingga yang tercipta adalah sebuah angka-angka. Siswa cenderung di tekan oleh guru untuk hanya sekedar menghafal uraian angka, fakta-fakta yang telah di sediakan guru. Akibatnya proses pembelajaran akan sangat membosankan. Dalam konteks ini sosok seorang guru menjadi satu-satunya sumber ilmu bagi para siswa atau yang lebih dikenal dengan paradigma teacher centered. Ruang lingkup kreatifitas siswa sangat dibatasi oleh monopoli guru. Kreatifitas siswa untuk menemukan ide-ide segar tidak tersalurkan. Aspek afektif dan psikomotor siswa menjadi terhambat hanya karena adanya paradigma tersebut. Sudah seharusnya paradigma teacher centered dirubah menjadi student centered. Dimana seorang guru member ruang lingkup yang cukup bagi siswanya untuk berkreatifitas dan berinteraksi dengan lingkunagan sekitar. Pada diri siswa akan terbangun pemahaman, pengalaman, ketrampilan dan perilaku yang menunjukkan output dari proses pembelajaran yang telah dilaluinya.
Urgensi dari penciptaan kegiatan belajar ini meliputi 3 aspek sekaligus yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor.
Aspek kognitif, berkaitan dengan penemuan, pemahaman, pemilihan dan penginformasian untuk kemudian di internalisasi dalam memori otak. Ini akan memberikan pengalaman-pengalaman kognitif yang akan berakibat pula pada kualitas intelektualnya. Sehingga guru dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi memperoleh nilai validitas yang benar-benar dapat diuji kebenarannya (oleh siapapun).
Aspek afektif, pemberian ruang lingkup yang cukup, kesempatan untuk berinteraksi secara luas dengan berbagai kalangan baik secara social ekonomi akan berdamapak pada pengalaman psikologis siswa. Keberanian untuk bersosialisai akan tertata dengan baik karena bersosialisasi dengan lingkungan sekitar memiliki perbedaan  nilai yang cukup signifikan dibandingkan dengan lingkungan akademik.
Aspek psikomotor, sangat berkaitan erat dengan ketrampilan siswa. Aspek kognitif harus diterapkan secara nyata untuk memperoleh pemantapan pada hasil belajar. Ketrampilan tidak datang dengan sendirinya dan harus melalui proses sedemikian rupa. Simpul-simpul otak akan bekerja dan saling terkait satu sama lain unutk membentuk suatu korelasi yang dinamis antara pemahaman dengan penerapannya secara langsung sebagai wujud manifestasi dari aspek kognitif.
        Bagaimanakah dengan Indonesia? Sudahkah generasi-generasi literat saat ini sudah tersedia?
Suatu bangsa yang ingin maju wajib menciptakan generasi-generasi literat. Ada sebuah anggapan bahwa bangsa yang mempunyai generasi literat tingkat rendah berbanding lurus dengan tingginya tingkat kemiskinan, kebodohan, pengangguran dan drop-out sekolah. Bangsa yang ingin maju dan bangkit dari keterpurukan harus menciptakan dan menyiapkan generasi literat agar setidaknya sejajar dengan bangsa lain dan mampu bersaing di era globalisasi. Mencipatakan generasi literat merupakan jembatan emas menuju masyarakat yang adil dan makmur serta menjadi generasi yang kritis dan peduli. Kritis terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi dengan tidak bereaksi secara emosional melainkan dengan cara-cara yang santun sesuai kaidah ketimuran. Peduli terhadap kondisi lingkungan sekitar melalui kepekaan hati.
       Secara umum siswa dikondisikan untuk bagaimana harusnya belajar (Learning how to learn). Pembekalan ketrampilan ini berupa mendalami informasi, menyajikannya dalam bentuk tulisan untuk kemudian memberikan informasi secara lisan maupun tertulis. Dengan demikian secara tidak langsung anak didik dilatih mengambil kesimpulan atas apa yang ia pahami. Melalui model literasi diharapkan siswa mampu menjadi pembelajar seumur hidup (Independent Learner) yang mana semua proses dan aspek-aspek terkait dilibatkan serta tak adanya ketergantungan pada pendidik/guru.

1 komentar:

Kami menghormati Kritik dan Saran yang membangun....